
JAKARTA – Polisi membongkar kasus investasi fiktif modus suntik modal alat kesehatan (alkes). Tak tanggung-tanggung, pada kasus itu total kerugian para korban mencapai senilai 65 milyar rupiah.
Kapolres Metro Jakarta Barat Kombes Pol Pasma Royce mengatakan, pada kasus ini pihaknya mengamankan enam orang yang kini ditetapkan jadi tersangka.
Pasma menyebut, para tersangka secara bersama sama melawan hukum menghimpun dana masyarakat dengan dalih penipuan investasi proyek pengadaan alat kesehatan dari BNPB.
“Pada faktanya proyek terebut fiktif dan tidak terdaftar sebagai distributor alat kesehatan dari Kemenkes Republik Indonesia,” ujar Pasma kepada wartawan, Rabu (8/6).
Menurut pasma, keenam tersangka dalam beraksi memiliki peran masing-masing. Tersangka inisial RE (41) selaku direktur PT. RBS bertindak selaku pengelola investasi bekerjasama dengan AS (31).
AS selaku direktur PT. SM bertindak sebagai pengelola investasi atau tempat berakhirnya aliran uang. Kemudian SK (43) selaku komisaris PT. RBS yang membantu mengelola investasi tersangka RE.
Untuk kelancaran aksi investasi fiktif, para tersangka dibantu tiga tersangka lainnya yakni YF (37) dan YD (41) yang bertindak sebagai perekrut para korban (marketing).
“Kemudian saudari NH (33). Dia bertindak sebagai admin atau penampung modal para korban,” beber Pasma.
Pasma menjelaskan, terungkapnya kasus itu berawal ketika korban BH melapor ke Polres Metro Jakarta Barat bahwa dirinya menjadi korban investasi fiktif yang langsung ditindaklanjuti dengan penyidikan.
“Setelah melakukan rangkaian penyidikan dan melakukan kordinasi dengan BNPB dan Kemenkes kami berhasil mengamankan pelaku,” terang Pasma.
Pasma menambahkan, kejadian yang menimpa korban berawal pada bulan September 2021 tersangka YF membuat status di media sosial (WA dan Instagram).
Status itu seakan-akan memberitahu ada investasi terkait pengadaan barang-barang alat kesehatan di beberapa rumah sakit di pemerintahan.
Dana yang dikumpulkan digunakan untuk proyek dan akan mendapat keuntungan secara langsung.
Pada 28 September 2021, tersangka REP menyampaikan kepada YF bahwa ada pengadaan di BNPB (fiktif).
YF kemudian menyampaikan kepada korban-korbannya terkait pengadaan barang alkes tersebut.
“Tersangka AS dan RE menyepakati terkait profit, jadi dari AS dan RE ada keuntungan 20 persen,” ungkap Pasma
“Lalu diserahkan kepada YF, ini dipotong 1 persen dan diterima 19 persen keuntungan,” tambah Pasma Royce
Kemudian saudara YF mengambil keuntungan 2-9 persen untuk 10 persennya diserahkan kepada korbannya.
“Pada awalnya bulan September 2021 masih berjalan sampai dengan Desember 2021, setiap bulannya profit keuntungan 10 persen kepada korban,” bebernya
Setelah bulan Desember, profit ini terhenti. tidak ada pembagian lagi keuntungan, sehingga ada pihak melaporkan ke Polres Metro Jakarta Barat terkait adanya investasi fiktif suntik modal alat kesehatan.
Sementara, Kasat Reskrim Polres Metro Jakarta Barat AKBP Joko Dwi Harsono menjelaskan, pada kasus ini ada 37 korban.
“Total kerugian yang ada di Polres Metro Jakarta Barat sebesar 22 Miliiar dari 37 investor tersebut yang kami tangani,” katanya.
Namun, kata dia, pihaknya mendapatkan informasi ada korban lain telah melaporkan perkara investasi dengan pelaku yang sama.
Di Polda Jawa Barat ada kerugiannya 11 miliar, di Subdit renakta Polda Metro Jaya ada kerugian 2 milliar rupiah.
Renakta unit 3 Polda Metro Jaya korbannya yang melapor ada 3 milliar, di Cyber Polda Metro Jaya kerugian 17 milliar, serta di Polres Depok total ada 43 Miliiar.
“Jika ditotal kerugian para korban investasi fiktif suntik modal alat kesehatan tersebut mencapai senilai 65 miliar,” kata Joko
Dalam pengungkapan ini, pihaknya mengamankan beberapa alat bukti. Penggeledahan di apartemen city park Cengkareng Jakarta Barat dari enam pelaku Polisi menyita uang Rp 452 juta.
Delapan unit Handphone, satu unit Laptop merek HP, satu unit Sepeda Motor Honda Scoopy, dua set tas mewah, lima surat pembelian emas senilai Rp 20 juta.
“Termasuk 10 buku tabungan, 10 Kartu ATM, 4 token Bank, satu Sertifikat Apartemen,” rinci Joko.
Untuk mempertanggung jawabkan perbuatannya, para pelaku dikenakan dugaan tindak pidana penipuan dan atau penggelapan sebagaimana dimaksud dalam pasal 378 KUHP dan atau 372 KUHP. (BD)