Ketua MPR Ajak Masyarakat Tolak Jual Beli Suara

0
112
Ketua MPR RI Bambang Soesatyo (Foto: for RADARNASIONAL)

RADARNASIONAL – Ketua MPR RI Bambang Soesatyo (Bamsoet) mengajak masyarakat agar jangan “menjual” suaranya dalam Pemilu dan Pilkada 2024. Karena satu suara sangat berarti bagi masa depan bangsa, sehingga tidak pantas dan tidak layak apabila satu suara tersebut hanya ditukar dengan uang Rp 100 ribu ataupun Rp 50 ribu.

“Satu suara yang dijual dengan harga Rp 100 ribu untuk lima tahun, itu sama saja dengan Rp 20 ribu per tahun, dan Rp 54 perak per hari. Siapapun yang mengandalkan politik uang, menunjukan bahwa ia memandang rendah kedaulatan rakyat. Karenanya jangan pilih pemimpin yang seperti itu. Pilihlah pemimpin karena rekam jejak, integritas, dan kapabilitas,” kata Bamsoet.

“Jika memilih karena uang, sama saja dengan menjual murah suara, sehingga jangan heran jika lima tahun kedepan pemimpin yang dipilih tersebut bukan berjuang untuk kepentingan rakyat melainkan pergi meninggalkan rakyat dan sibuk mengembalikan modal,” imbuh Bamsoet di Kabupaten Kebumen, Rabu (20/12).

Bamsoet menjelaskan, para peserta Pemilu, baik partai politik maupun kandidat yang diusung dalam Pileg, Pilpres, maupun Pilkada, juga harus senantiasa mematuhi prosedur dan mekanisme terkait administrasi pembukuan dan pelaporan dana kampanye.

Menurut Bamsoet, pengelolaan dana kampanye dari mulai penerimaan dan penggunaannya, tidak boleh melanggar ketentuan UU No.7/2017 tentang Pemilu yang memuat aturan pembatasan sumbangan dana kampanye.

Sumbangan dari perseorangan maksimal Rp 2,5 miliar, kelompok maksimal Rp 25 miliar dan perusahaan atau badan usaha non-pemerintah maksimal Rp 25 miliar.

“Ketentuan tersebut harus dipatuhi oleh seluruh peserta Pemilu, sehingga tidak ada transaksi keuangan di luar batas kewajaran yang berpotensi digunakan untuk penggalangan suara yang pada akhirnya merusak perkembangan demokrasi di Indonesia,” jelas Bamsoet.

Bamsoet menerangkan, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mencatat bahwa pada setiap penyelenggaraan Pemilu maupun Pilkada, angka transaksi keluar masuk uang selalu tinggi.

Misalnya pada Pemilu 2019, transaksi keuangan terkait kontestasi politik mencapai Rp 540 triliun di Jakarta, dan Rp 367 triliun di Jawa Timur. Dalam setiap Pemilu dan Pilkada, juga selalu terjadi peningkatan lonjakan penukaran uang pecahan Rp 50 ribu dan Rp 10 ribu.

Karena itu, lanjut Bamsoet, KPU, Bawaslu, PPATK, serta Kepolisian harus meningkatkan koordinasi dan sinergi agar bisa saling tukar informasi guna mencegah masuknya dana kampanye ilegal.

“Sekaligus menindaklanjuti apabila ada temuan yang mencurigakan. Sehingga Pemilu tetap menjadi ajang adu gagasan visi, misi, serta program kerja. Bukan malah menjadi adu pengumpulan uang, untuk kemudian digunakan untuk jual beli suara rakyat,” pungkas Bamsoet.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini