RADARNASIONAL – Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman dan sembilan hakim konstitusi dilaporkan ke Dewan Etik Hakim Konstitusi terkait putusan syarat batas usia calon presiden (capres)-calon wakil presiden (cawapres) yang dibacakan dalam persidangan Senin (16/10/2023).
Pihak pelapor yaitu Pergerakan Advokat (Perekat) Nusantara dan Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI).
Menurut Koordinator Perekat Nusantara dan TPDI Petrus Selestinus, laporan itu dibuat atas dasar dugaan pelanggaran kode etik dan perilaku hakim konstitusi dalam memutus syarat batas usia capres-cawapres minimal berusia 40 tahun atau berpengalaman sebagai kepala daerah tingkat provinsi maupun kabupaten/kota.
Petrus menjelaskan, sebelum melayangkan laporan dugaan pelanggaran kode etik Anwar Usman, pihaknya sudah melakukan somasi pada 12 Oktober kepada delapan hakim konstitusi termasuk Anwar Usman. Namun, laporan tersebut tidak digubris.
“Mestinya delapan hakim konstitusi lainnya menyampaikan keberatan aktivitas hakim konstitusi atau ketua MK yang aktif dalam penanganan perkara ini. Semestinya sejak awal hakim konstitusi mendeklarasikan agar dia mengundurkan diri dari perkara tersebut,” kata Petrus di Gedung MK, Gambir, Jakarta Pusat, Rabu (18/10/2023).
Lebih lanjut, Petrus menjelaskan, permohonan uji materiil perkara nomor 90 dan 91 secara spesifik membukakan jalan untuk Wali Kota Surakarta Gibran Rakabuming Raka untuk maju sebagai cawapres.
“Nama Gibran ini disebut berkali-kali, sehingga sembilan hakim konstitusi termasuk Ketua MK berpikiran ada konflik kepentingan. Terutama oleh Ketua MK, kan keluarga,” katanya.
Petrus memaparkan, sebagai ketua MK, Anwar seharusnya sejak awal memahami bahwa posisinya akan selalu bersinggungan, beririsan hingga berhadap-hadapan dengan Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Terlebih, ujar dia lagi, Jokowi merupakan kakak ipar ketua MK. Sementara, Gibran adalah keponakan ketua MK.
“Bisa saja mengikuti kontestasi pilkada bahkan pilpres. Apabila digugat ke MK, maka dipastikan bertemu dan terjadi konflik kepentingan yang sangat kompleks dan berimplikasi hukum serta problematik,” ujar Petrus
“Terutama mengancam putusan MK dalam banyak perkara uji materiil yang dinyatakan tidak sah dengan segala akibat hukumnya,” kata Petrus menambahkan.
Oleh karena itu, Petrus meminta Dewan Etik Hakim Konstitusi yang akan membentuk Mahkamah Kehormatan Hakim Konstitusi untuk mendengar kesaksian dari hakim konstitusi Saldi Isra dan Arief Hidayat sebagai saksi fakta.
Dalam dissenting opinion halaman 94 hingga 100, Saldi mengungkapkan sejumlah hal menyangkut perilaku hakim konstitusi, yakni tentang mahkamah berubah pendirian dan sikap dalam sekelebat atau sekejap.
“Laporan para pelapor ini disampaikan kepada Dewan Etik Hakim Konstitusi dengan harapan segera dibentuk Majelis Kehormatan MK, agar terhadap hakim terlapor dan saksi-saksi dan pihak terkait segera dilakukan pemeriksaan sesuai dengan harapan dan tuntutan publik,” kata Petrus.