JAKARTA – Orasi ilmiah Surya Paloh di Universitas Brawijaya Malang, Jawa Timur, Senin (25/7) untuk memperoleh anugerah Doktor Honoris Causa, merupakan sebuah bentuk kritik terhadap realita politik yang ada. Politik identitas yang muncul pada beberapa pemilu terakhir telah merusak esensi dan tujuan diadakannya pemilu.
“Bahasanya itu semacam bukan gugatan, tetapi refleksi yang sarkas-lah. Buat apa kita berpemilu, tapi kita membubarkan Republik kita, membubarkan tatanan sosial yang ada selama ini,” ujar Wakil Ketua Fraksi Partai NasDem DPR RI, Willy Aditya di Jakarta, Rabu (27/7).
Dalam orasi ilmiah berjudul Meneguhkan Kembali Politik Kebangsaan, Surya Paloh mengatakan bahwa penilaiannya lebih baik daripada yang ada dibandingkan dengan bangsa.
Apakah akan menilai pernyataan Surya Paloh merupakan hal yang lazim disampaikan dalam forum akademik terbuka untuk diuji.
“Tapi ingat, jangan putus antara teks dan konteks. Apa yang disampaikan Pak Surya itu bukan sebuah tawaran politik. Bukan. Tapi itu tawaran yang sifatnya akademis,” tandasnya.
Surya Paloh melihat praktik di dunia nyata melahirkan dampak yang sangat serius di masyarakat. Atas dasar tersebut, Surya mengajak seluruh elemen untuk meninjau kembali tentang tujuan utama penyelenggaraan pemilu.
“Tidak, Pak Surya melihat ada yang salah. Itu yang kemudian menjadi refleksi dan autokritik Pak Surya terhadap proses berdemokrasi sejauh ini,” kata Wakil Ketua Badan Legislasi DPR itu.
Willy menambahkan, pernyataan Surya Paloh tersebut tidak bisa ditanggapi secara politik. Ia menilai respons politik yang timbul dari bicara tersebut dapat menimbulkan turbulensi dalam tatanan demokrasi.
“Dalam dunia akademis bisa berdebat apa saja. Saat ini, pemilu menjadi masalah tersendiri,” pungkas Willy.