RADARNASIONAL – Kepala Subdirektorat Pemantauan dan Pengawasan Ibadah Umrah dan Ibadah Haji Khusus pada Direktorat Bina Umrah dan Haji Khusus Suviyanto mengatakan, animo masyarakat untuk menjalankan ibadah umrah terus meningkat.
Namun demikian, Subiyanto mengingatkan jemaah agar memahami dan memperhatikan 5 Pasti Umrah. Pertama, pastikan travelnya memiliki izin dari Kementerian Agama.
“Kami imbau agar masyarakat menunaikan ibadah umrah dengan tetap memperhatikan program 5 pasti umrah. Sebelum mendaftar masyarakat harus memastikan bahwa travel tersebut berizin PPIU,” terang Suviyanto di Jakarta, Senin (8/4).
“Setelah pasti travel berizin PPIU, baru pastikan biaya dan paket layanan sesuai dengan ketentuan pemerintah. Biaya umrah wajar, bukan yang paket murah di bawah biaya referensi umrah yang ditetapkan pemerintah sebesar Rp 23.000.000,” sambungnya.
Selain itu, kata Suviyanto, jemaah juga harus memastikan tiket dan jadwal penerbangannya. Peraturan Menteri Agama (PMA) Nomor 5 Tahun 2021 mengatur bahwa penerbangan umrah menggunakan pesawat langsung (direct).
Kemudian transit satu kali dengan maskapai yang sama, atau ganti maskapai paling banyak dua maskapai penerbangan.
“Berikutnya jemaah juga harus memastikan visanya. Jangan sampai menjelang keberangkatan jemaah belum memiliki visa umrah,” tegas Suviyanto.
Terakhir pastikan pula hotelnya, agar jemaah benar-benar mengetahui bahwa mereka di Arab Saudi diberikan layanan hotel yang telah dipesan dan dibayar oleh PPIU sebelum berangkat.
“Lima hal tersebut harus dipastikan sebelum berangkat agar ibadah berjalan dengan aman dan nyaman,” terang Suviyanto.
Umrah merupakan perjalanan ibadah yang berbeda dengan perjalanan wisata. Untuk itu, PPIU wajib menyiapkan pembimbing ibadah yang professional.
Jemaah juga harus mendapatkan manasik sebelum keberangkatan, selama di perjalanan, dan selama di Arab Saudi.
Jemaah juga harus memahami materi manasik yang diberikan agar dalam menjalankan ibadah umrah dapat meresapi inti dan makna peribadatan.
“Serta berdampak positif dalam meningkatkan kesalihan individu serta berdampak pada kesalihan sosial setelah kembali dari Arab Saudi,” terangnya.
Umrah Backpacker?
Terkait umrah backpacker, Suviyanto menjelaskan bahwa pada Pasal 86 UU Nomor 8 Tahun 2019 tentan Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah, diatur bahwa ibadah umrah dilakukan secara individu atau berkelompok melalui PPIU.
Ketentuan tersebut menjadi dasar bagi pemerintah agar masyarakat yang melaksanakan ibadah umrah melalui PPIU bukan dilakukan dengan cara backpacker.
“Tujuannya agar masyarakat yang melaksanakan ibadah umrah dapat menjalankan ibadah dengan aman, nyaman, sehat, dan sesuai syariat Islam,” tuturnya.
Pemerintah selama ini terus memberikan edukasi dan sosialisasi kepada masyarakat terkait hal ini, bekerja sama dengan asosiasi PPIU. PPIU juga diminta tidak memfasilitasi keberangkatan jemaah umrah mandiri.
Bila ditemukan ada PPIU yang memfasilitasi jemaah umrah Non PPIU maka Pemerintah dapat memberikan sanksi administratif.
Menurut dia, pihaknya akan mengusulkan penguatan regulasi dengan mengajukan perubahan UU nomor 8 Tahun 2019 dan akan melakukan komunikasi regulasi umrah dengan Arab Saudi.
“Agar mereka juga mengetahui bahwa Indonesia mengatur jemaah umrah agar mereka tetap terlindungi dan terlayani dengan baik selama di Arab Saudi dan hal tersebut sangat membantu Arab Saudi,” tandasnya.