RADARNASIONAL – Ketua MPR RI Bambang Soesatyo (Bamsoet) mendukung pemerintahan Presiden Terpilih Prabowo Subianto yang akan memprioritaskan kebijakan investasi padat karya seperti pangan, energi, dan manufaktur dalam lima tahun kedepan.
Sehingga, kata Bamsoet, bisa mengatasi tingginya angka pengangguran yang per Februari 2024 sudah mencapai 7,2 juta jiwa. IMF menempatkan tingkat pengangguran Indonesia di posisi pertama di ASEAN.
Prioritas terhadap investasi padat karya sangat penting dalam mengatasi pengangguran. Mengingat pada periode 2007-2022 saja, penyerapan tenaga kerja di sektor padat karya mencapai 21,6 juta pekerja. Sedangkan penyerapan tenaga kerja di investasi padat modal hanya 13,7 juta pekerja.
“Mendatangkan lebih banyak investasi padat karya memang tidak mudah, karena kita harus bersaing dengan Bangladesh dan Vietnam yang mampu memberikan insentif menarik. Misalnya harga tanah, listrik, dan bahan baku terjangkau serta adanya jaminan stabilitas politik, sehingga harga pokok produksinya sangat kompetitif dibanding jika para investor berinvestasi di Indonesia,” kata Bamsoet.
“Jika pemerintah, parlemen, dan dunia usaha bisa bergandengan tangan, berbagai tantangan tersebut akan bisa kita benahi bersama,” imbuhBamsoet dalam Pemantapan Nilai Kebangsaan Kepada Para Pengusaha yang tergabung dalam Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO), di Gedung Lemhannas, Jakarta, Jumat (13/9).
Bamsoet menjelaskan, peningkatan terhadap investasi padat karya juga akan membuat kelas menengah di Indonesia kembali meningkat. Badan Pusat Statistik (BPS) pada akhir Agustus 2024 memaparkan bahwa jumlah penduduk Indonesia yang masuk kelas menengah selama lima tahun terakhir terus menurun. Proporsi kelas menengah Indonesia pada tahun 2024 sebanyak 47,85 juta penduduk, lebih rendah dibandingkan pada tahun 2019 sebesar 57,33 juta penduduk.
Data lain menunjukan bahwa kelompok kelas menengah rentan meningkat dari 128,85 juta jiwa pada 2019 menjadi 137,5 juta jiwa pada tahun 2024. Jumlah kelompok miskin pun meningkat menjadi 25,22 juta jiwa, sedikit lebih tinggi dari 25,14 juta jiwa pada 2019.
“Tren penurunan kelas menengah harus dijadikan sebagai alarm peringatan bagi pemerintah agar bisa mengeluarkan kebijakan di sektor perekonomian secara cepat dan tepat. Jika tidak, pada tahun 2045 nanti Indonesia bukan menggapai Indonesia Emas melainkan Indonesia Cemas,” jelas Bamsoet.
Bamsoet mendorong agar Peraturan Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) Nomor 12 Tahun 2021 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah Melalui Penyedia, bisa ditegakan.
Salah satunya terkait ketentuan proyek pembangunan pemerintah yang bernilai dibawah Rp 100 miliar jangan lagi dikerjakan BUMN ataupun anak dan cucu BUMN. Melainkan bisa digarap oleh swasta sehingga bisa memberikan nilai tambah ekonomi dan membuka lebih banyak lapangan kerja.
Selain itu, pemerintah juga harus mendorong agar perbankan dapat menyalurkan lebih banyak lagi kredit kepada UMKM. Mengingat per Mei 2024, porsi kredit UMKM baru mencapai Rp 1.368,2 triliun atau sekitar 18,71 persen dari total kredit yang dikucurkan perbankan mencapai Rp 7.311,7 triliun. Setidaknya, kredit untuk UMKM harus mencapai 30 persen.
Berdasarkan data Uang Beredar (M2) Bank Indonesia (BI), kredit UMKM hanya sebesar 7,3 persen year on year (yoy) pada Mei 2024 menjadi Rp 1.368,2 triliun, menurun 0,40 persen dibanding bulan sebelumnya. Berbeda dengan kredit terhadap korporasi yang tumbuh dalam kisaran tinggi mencapai 15,9 persen (yoy) dengan dana yang mengalir mencapai Rp 3.882,4 triliun.
“Padahal UMKM menyerap sekitar 97 persen dari total tenaga kerja di Indonesia, atau sekitar 119,6 juta orang. UMKM juga berkontribusi sebesar 61 persen terhadap PDB Indonesia, sehingga seharusnya penyaluran kredit terhadap UMKM harus bisa ditingkatkan,” pungkas Bamsoet.