KPK Setor Rp 72 Miliar dan USD 2.700 dari Kasus Edhy Prabowo

0
122
edhy prabowo
Terpidana mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo (tengah). Foto: Antara

JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyetor uang rampasan dari suap yang menjerat mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo ke kas negara senilai Rp72 miliar dan USD 2.700.

“Uang yang disetorkan tersebut sebesar Rp 72 miliar dan USD 2.700 yang berdasarkan tuntutan jaksa KPK dan putusan pengadilan dinyatakan dirampas untuk negara,” kata Plt. Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Jumat (8/4).

Uang dari barang bukti perkara Edhy Prabowo dan kawan-kawan itu telah disetorkan ke kas negara oleh Jaksa Eksekutor KPK Hendra Apriansyah.

Ali mengatakan, penyetoran uang rampasan itu dalam rangka mengoptimalkan pemulihan kerugian keuangan negara, sebagai salah satu langkah asset recovery atau pemulihan aset.

“KPK terus mengedepankan pemidanaan perampasan hasil korupsi sebagai bagian efek jera, dan kemudian dilakukan penyetoran hasil rampasan perkara tindak pidana korupsi maupun TPPU (tindak pidana pencucian uang) yang ditangani KPK dimaksud ke kas negara,” jelasnya.

Edhy Prabowo merupakan terpidana kasus suap terkait perizinan ekspor benih bening lobster (BBL) atau benur di Kementerian Kelautan dan Perikanan.

Jaksa penuntut umum (JPU) KPK menuntut Edhy divonis lima tahun penjara ditambah denda Rp400 juta subsider enam bulan kurungan, kewajiban untuk membayar uang pengganti sejumlah Rp 9.687.457.219 dan USD 77 ribu, serta pencabutan untuk dipilih dalam jabatan publik selama tiga tahun sejak selesai menjalani hukuman.

Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta pada 15 Juli 2021 menjatuhkan vonis yang sama dengan tuntutan lima tahun penjara ditambah denda Rp 400 juta subsider enam bulan kurungan, ditambah kewajiban membayar uang pengganti dan pencabutan hak dipilih selama dua tahun.

Namun, pada 21 Oktober 2021, Pengadilan Tinggi DKI Jakarta memperberat vonis Edhy menjadi sembilan tahun penjara ditambah denda sebesar Rp 400 juta subsider enam bulan kurungan, membayar uang pengganti sejumlah Rp 9.687.457.219 dan USD 77 ribu, serta pencabutan untuk dipilih dalam jabatan publik selama tiga tahun.

Atas putusan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta tersebut, Edhy mengajukan kasasi pada 18 Januari 2022 dan Mahkamah Agung (MA) memutuskan mengurangi hukuman pidana penjara Edhy menjadi lima tahun dari yang sebelumnya sembilan tahun.

Dalam perkara tersebut, Edhy terbukti menerima suap senilai USD 77 ribu dan Rp 24.625.587.250 bersama dengan Andreau Misanta Pribadi dan Safri (staf khusus Edhy), Amiril Mukminin (sekretaris pribadi Edhy), Ainul Faqih (sekretaris pribadi istri Edhy, Iis Rosita Dewi), dan Siswadhi Pranoto Loe (pemilik PT Aero Cipta Kargo) dari Direktur PT Duta Putra Perkasa Pratama Suharjitom, dan perusahaan pengekspor BBL lain. (sak)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini